Kobarkan
Semangat Juang
Menegakkan
Kebenaran Dalam Naungan Ilahi
Firman Allah Swt : "Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai
beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu bertaqwa “
(
Al-An'am: 153 )
Perjalanan
Sejarah membuktikan bahwa perubahan itu ada dan akan tetap ada. Perubahan
merupakan suatu hal yang sudah menjadi suatu hukum alam (sunnatullah).
Perubahan menjadi hal yang pasti terjadi dengan ada ataupun tanpa
keberadaan kita di dalamnya. Tugas kita adalah bagaimana agar kita menjadi
salah satu bagian dari unsur-unsur perubahan (agent of change),
yang mampu mengarahkan perubahan. Kondisi buruk harus diubah menjadi baik,
lemah harus ditempa menjadi kuat, kondisi rawan manuju kondisi aman.
Singkatnya, kita harus mampu menciptakan agenda perubahan dari kondisi
negatif menuju kondisi yang positif
.
Pelajar
adalah salah satu bagian dari komunitas masyarakat. Pelajar Islam sebagai
unsur dari pelajar umum, dan pelajar Aceh sebagai komponen dari pelajar
keseluruhan turut merasakan beban berat terhadap berbagai agenda
perubahan. Pelajar sebagai generasi muda saat ini memiliki kesadaran
tinggi untuk mengambil peran penting dalam proses perubahan. Tanpa
pemberdayaan potensi pelajar niscaya proses pelaksanaan agenda perubahan
tersebut akan menjadi pincang dan berjalan secara tidak efektif. Untuk
itulah sebagian pelajar dalam wilayah D.I. Aceh berinisiatif untuk
melahirkan suatu wadah pelajar dengan nama KAPMI (Kesatuan Aksi Pelajar
Muslim Indonesia) dua tahun silam. Kehadiran KAPMI merupakan langkah
awal untuk mengupayakan perubahan di kalangan pelajar dan mengendalikannya
agar lebih terarah dan terorganisir.
Sejak
berdirinya KAPMI Aceh telah mengagendakan dan melaksanakan berbagai
macam program yang arahnya adalah bagaimana pelajar Aceh bisa
memposisikan dirinya sebagai salah satu komponen masyarakat yang sangat
besar pengaruhnya. Guna mengawal agenda dan program-program yang telah
direncanakan, KAPMI Aceh telah melaksanakan MUBES-I KAPMI Aceh pada
tanggal 8-9 Desember 1999 di SKB Banda Aceh. Dimana pada waktu itu
dihadiri juga oleh pelajar-pelajar dari 6 Kabupaten/Kotamadya (Aceh
Barat, Aceh Besar, Banda Aceh, Aceh Utara, Pidie, Aceh Tengah dan Aceh
Timur).
Dan
setelah kepengurusan dan program-program telah berjalan selama satu
tahun lebih pasca MUBES-I, maka KAPMI Aceh merasa perlu dan harus
melaksanakan MUBES-II. Hal ini selain sebagai agenda intern juga karena
mengingat semakin banyak dan kompleknya permasalahan yang menimpa
pelajar di seluruh wilayah Aceh. Hal-hal diatas meggerakkan KAPMI Aceh
untuk menggelar MUBES-II yang akan diikuti oleh 10 Kabupaten/Kotamadya
di Aceh yang telah memiliki jaringan KAPMI.
Beberapa
hal/permasalahan yang akan coba dibahas dalam pertemuan pelajar se-Aceh
itu antara lain:
FOTO
BERJILBAB
Mengenai masalah pengizinan terhadap foto berjilbab
untuk anak SLTA terutama yang akan menghadapi Ebtanas, dimana
permasalahan ini sebenarnya klise dan terkesan setengah hati
pengurusannya oleh pihak berkompeten (Kanwil Diknas), sehingga masih ditemukan
dibeberapa daerah di Aceh yang melarang foto berjilbab bagi pelajar
wanita yang akan menghadapi ebtanas. Belum jelasnya status hukum
terhadap foto berjilbab ini melatarbelakangi perlunya pertemuan pelajar
se-Aceh untu membahas bagaimana duduk masalahnya dan solusi
efektifnya.
PEREDARAN
NARKOBA
Permasalahan
lain yang tak kalah pentingnya adalah masalah ganja (Narkoba) yang sudah
begitu merakyat dikalangan pelajar, bahkan tidak ada yang bisa memungkiri bahwa
hampir di semua sekolah yang ada di Aceh terlibat Narkoba/ganja
(khususnya SLTA). Ironisnya masalah ini tidak kunjung tuntas
diselesaikan oleh pihak terkait (Aparat Kepolisian), sehingga ancaman
yang akan timbul dapat memicu laju degradasi moral.
JAM
PELAJARAN AGAMA YANG MINIM
Masih kurangnya jam pelajaran agama bagi pelajar di
Aceh menjadi topik permasalahan yang cukup penting. Hal ini bertolak belakang dengan status Aceh sebagai daerah serambi Mekkah
yang kental dengan nuansa Islam, sehingga tak heran jika ada yang
berkesimpulan bahwa semua akar permasalahan dekadensi moral pelajar Aceh
adalah karena kurangnya muatan agama/ religi yang diterima oleh pelajar
Aceh, sehingga kita perlu mendesak agar diadakannya penambahan jam
pelajaran agama di sekolah-sekolah di daerah Aceh. Ironisnya, penekanan
pelajaran agama yang diterima selama ini oleh hampir seluruh siswa
SLTP/SMU adalah seputar masalah fiqh saja. Sedikit sekali muatan-muatan
bersifat pembinaan akhlaq dan aqidah. Padahal keduanya merupakan
pegangan generasi muda (filter) dalam menghadapi dampak buruk
globalisasi.
KURIKULUM
PENDIDIKAN
Kurikulum
pendidikan yang menjadi landasan program pengajaran di sekolah-sekolah
juga perlu ditata ulang. Ada beberapa pelajaran yang tidak relevan
bahkan bertentangan dengan syariat Allah. Salah satunya adalah praktek
pelajaran berenang bagi siswi muslimah. Masih ada beberapa sekolah yang
mewajibkan seluruh siswinya untuk mengikuti praktek berenang dengan
pakaian minim dan bercampur (ikhtilat) dengan siswa laki-laki
dalam satu kolam renang.
MARAKNYA
JUDI
Judi
togel dan sejenisnya mulai merasuki kalangan pelajar SMU dan SLTP di
Aceh. Bahkan di beberapa tempat, terkesan para pengedarnya di-backing
oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kekuasaan, sehingga mereka pun
semakin berkeliaran dengan bebas. Apabila kondisi ini terus terjadi,
tidak mustahil para pelajar Aceh akan 'kecanduan' dan larut dalam
aktivitas kemaksiatan tersebut dan menjerumuskan mereka dalam tindakan
kriminal agar mendapatkan uang yang diinginkannya.
Hasil
dari pembahasan masalah itu akan diajukan kepada pihak terkait guna
ditindaklanjuti dalam rangka menuju pelajar Aceh yang punya komitmen
terhadap posisinya sebagai kalangan terdidik. Dan yang jelas,
permasalahan ini tidak akan tuntas apabila tidak dijalankannya kerjasama
yang utuh dan menyeluruh antara semua komponen yang berpengaruh dengan
kehidupan pelajar. Untuk itu diharapkan kedepan akan dirumuskannya
sebuah forum konsultasi antara kalangan pelajar dengan Gubernur, DPRD,
Kanwil Diknas, Kapolda, dll sehingga berbagai permasalahan pelajar
akan menemui titik temu penyelesaiannya.
Itulah
beberapa permasalahan yang melatarbelakangi pelaksanaan MUBES-II KAPMI
Aceh yang dilaksanakan di Asrama Haji Banda
Aceh selama 3 hari dari Selasa – Kamis (27 Feb – 1 Mar 2001),
disamping sebagai ajang konsolidasi internal pengurus KAPMI Aceh.
Peserta
yang hadir sekitar 100 orang yang berasal dari Banda
Aceh, Aceh Besar, Sabang, Aceh Selatan, Aceh Barat, Pidie, Aceh Tengah,
Aceh Timur, dan Aceh Tenggara. Utusan dari Aceh Utara tidak dapat
menghadiri acara ini.
KAPMI
Aceh telah dan akan terus mengupayakan berbagai agenda perubahan, terutama
terhadap kelompok pelajar. Hal ini dikarenakan pelajar merupakan kelompok
usia yang rawan terhadap berbagai macam nilai, sehingga proses perubahan
terhadap generasi muda pelajar harus mendapat porsi yang lebih besar dan
lebih intensif. Kondisi moral pelajar Aceh yang semakin hari semakin
memprihatinkan, membuat KAPMI Aceh terobsesi untuk mengawali dan
mempelopori upaya mempersatukan dan mempertemukan semua komponen
masyarakat guna membenahi permasalahan ini.
Untuk
itu, KAPMI telah mengagendakan kerjanya dalam berbagai aspek kehidupan,
baik pendidikan, moral dan bidang-bidang lainnya yang berkaitan erat
dengan pelajar. Pelajar sebagai calon pemimpin masa depan, serta da’i-da’i
yang tangguh perlu mengoptimalkan perannya, sehingga pada gilirannya mampu
mampu mengisi peran sentral dalm perubahan. Musyawarah Besar kali ini
menjadi wadah yang tepat untuk menata diri, mengevaluasi dan
berkonsolidasi dalam menghadapi tugas besar tersebut. Semoga dengan
suksesnya pelaksanaan Mubes II kali ini, akan membawa angin baru bagi
perkembangan perjalanan dakwah pelajar dan menciptakan Aktivis Dakwah
Sekolah (ADS) yang siap mengemban agenda besar perbaikan ummat ini.
Pernyataan Sikap KAPMI Aceh Pada MUBES II
(Disadur
dari "Proposal MUBES II KAPMI Aceh", Januari 2001)
|