Oleh:
Marsahid Agung Sasongko*
I.
PROLOG
Hampir
setiap tahun dalam dekade terakhir ini bila diamati dengan
cermat berbagai informasi yang ada di media massa (cetak dan
elektronik), maka akan mendapati salah satu sisi yang diukir
oleh generasi remaja yang berintikan pelajar sekolah menengah.
Dalam
perjalanan sejarah telah tertoreh dengan tinta emas bagaimana
dominasi generasi muda (remaja) dalam menyingkap dan membangun
peradaban. Hampir semua pentas perubahan dunia tidak lepas dari
campur tangan generasi muda, termasuk juga penghancuran
peradaban Islam oleh pemuda Turki Kemal Attaturk. Merekalah
tumpuan pancaran semangat idealisme kehidupan. Perhatikan
bagaimana Rasulullah saw. merekrut para sahabat muda pada
awal-awal penyampaian risalah Islam. Sebutlah Ali bin Abi
Thalib, Zaid bin Haritsah, Mush ab bin Umair, Ammar bin Yasir,
Bilal dan yang lainnya. Ingatlah bagaimana para pemuda Indonesia
mempelopori persatuan dan kesatuan lewat Sumpah Pemuda -nya.
Perhatikan bagaimana arek-arek muda Surabaya mengasung
keangkaramurkaan tentara sekutu-NICA dengan keperkasaan mereka
di bawah sulutan takbir Bung Tomo. Lihat bagaimana para pemuda
menjadi motor reformasi. Perhatikan bagaimana kualitas mereka di
panggung sejarah.
Namun
sekarang, tengoklah zaman dan keadaan. Sepuluh atau lima belas
tahun terakhir ini, remaja-remaja kota besar di Indonesia
(bahkan kini merambah ke kota-kota kecil), menampakkan berbagai
penyimpangan perilaku sosial dan seksual yang semakin
mengkhawatirkan. Budaya tawuran, perkelahian pelajar, seolah
merupakan penyakit warisan yang sulit disembuhkan. Selama
periode ini ratusan pelajar SMU/SMK (bahkan SLTP) menjadi
korban, belum termasuk yang meninggal dunia serta aneka
kendaraan bermotor dan bangunan yang ikut hancur.
Bagaimana
pula perilaku mereka di pusat-pusat perbelanjaan di Jakarta,
Bandung, Surabaya dan kota-kota lainnya, gaya hidup remaja yang
glamour, konsumtif, urakan dan cenderung west life
(kebarat-baratan). Sulit dimengerti bahwa mereka ternyata
mayoritas remaja muslim. Mereka terbenam dalam hingar bingar
musik, pesta, cinta, dan perilaku yang destruktif. Gersang iman
dan ketenangan jiwa. Belum lagi penyimpangan perilaku seksual
mereka yang memprihatinkan.
Sebuah surat kabar harian lokal
Lampung dalam suatu edisinya memberitakan tentang penangkapan
beberapa orang ABG SMU/SMK sedang beroperasi sebagai WTS oleh
petugas Kamtib dalam suatu razia di Bengkulu dan Serang.
Prestasi kelam para remaja pun semakin berderet panjang dengan
kasus-kasus penyalahgunaan narkoba, pesta seks, kumpul kebo,
pemerkosaan, dsb. yang banyak melibatkan remaja. Generasi yang
katanya harapan bangsa.
II.
ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN
Dakwah
merupakan suatu proses dan struktur yang berkesinambungan. Dalam
mencapai target dan hasil yang optimal, tidak boleh ada
celah-celah yang dibiarkan kosong. Namun selama ini tampaknya
ada (banyak?) mata rantai yang terputus, hilang terabaikan dan
belum sempat tersentuh. Potret remaja masa kini di atas adalah
salah satu bukti dari masih adanya mata rantai yang putus atawa
celah dakwah yang terabaikan. Mengapa remaja kita saat ini ber-
prestasi kelam padahal mereka (katanya) adalah generasi harapan
? Bisa jadi karena kurangnya perhatian gerakan (dakwah) Islam
terhadap para remaja/pelajar, atau karena gencarnya serangan
musuh-musuh Islam yang belum bisa diimbangi oleh para aktivis
dakwah kita karena terbatasnya SDM dakwah. Remaja kita, umumnya
dari kecil mereka dibina melalui TPA/TKA, namun ketika menginjak
dewasa (SLTP-SMU/SMK), pembinaan mereka terputus karena tidak
adanya pembinaan di tingkat itu. Baru setelah memasuki tingkat
universitas mereka mendapatkan pembinaan kembali, itupun tidak
semuanya bisa ditarik lagi karena sudah terkena Ghazwul Fikri.
Selama
ini memang terlihat bahwa ada kecenderungan para kader/aktivis
dan para pendukung dakwah lebih banyak memfasilitasi dakwah
mereka yang berada di golongan mapan; mahasiswa. Sehingga tak
heran selama ini dinamika dakwah kampus terlihat lebih semarak,
lebih hidup, dan lebih terdengar kelangsungannya ketimbang
komunitas dakwah lain. Dalam Lpj-nya, sebuah DPD partai dakwah
di suatu daerah melaporkan bahwa untuk bid. Pemuda, hanya
program koordinasi dakwah kampus yang terlaksana, sedangkan
program lain belum dapat dilaksanakan (anehnya dalam
program-program lain itu, dakwah sekolah tidak tercantum !)
karena SDM terbatas. Dan dalam Lpj itu juga disebutkan bahwa
Kampus adalah wilayah garapan utama dan strategis. Padahal ada
kelompok lain yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan.
Salah satunya adalah mereka para remaja-pelajar yang berintikan
pelajar SMU/SMK. Padahal dilihat dari berbagai kedudukan dan
urgensinya, level inlah yang harusnya menjadi sasaran prioritas
pembinaan dan pengkaderan. Memang selama ini dakwah sekolah
telah berjalan, tapi toh tetap saja mereka kalah karena merasa
dianaktirikan oleh gerakan dakwah (beberapa ADS pernah curhat
tentang hal ini).
Generasi
remaja yang intinya terdiri dari para pelajar SMU/SMK memiliki
beberapa kedudukan yang penting berkaitan dengan aktivitas
dakwah:
Pertama,
jumlah pelajar di Indonesia sangat besar, jauh lebih banyak dari
generasi di atasnya (mahasiswa) yaitu sekitar 10-15% dari jumlah
penduduk Indonesia. Dari jumlah itu hanya 10-20 % saja yang
melanjutkan ke jenjang PT. Hal ini berarti jika yang sebagian
besar itu tidak mengenal nilai-nilai Islam dan kebenaran hakiki
--karena tidak adanya dakwah sekolah-- ketika lulus dan masuk
dunia kerja/kembali ke masyarakat, maka masyarakat akan semakin
banyak dihuni oleh orang yang jauh dari nilai Islam. Padahal
yang sebagian kecil ke PT/universitas pun juga tidak semuanya
mendapat hidayah Islam lewat sentuhan dakwah kampus. Di sini
terlihat bahwa peran dakwah sekolah amatlah vital untuk
meningkatkan persentase para pelajar yang sadar ber-Islam agar
jumlah masyarakat yang sadar ber-Islam semakin banyak.
Kedua,
remaja umumnya memiliki nilai dan sifat dasar yang baik. Sifat
mereka yang dinamis, kreatif, agesif, spontan, heroik, mudah
meniru dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sangat cocok
jika dikenalkan dengan nilai-nilai Islam yang dinamis dan
universal. Namun remaja memiliki tingkat emosional yang labi,
terburu-buru dan mudah putus asa, serta biasanya seorang remaja
ketika di SMU/SMK tengah mencari kepribadian/jati dirinya, sisi
inilah yang perlu kita bina.
Ketiga,
para
remaja-pelajar SMU/SMK terdapat di seluruh propinsi dengan
penyebaran sampai ke tingkat kecamatan bahkan desa (bandingkan
dengan PT yang hanya di tingkat propinsi dan tidak merata).
Dengan demikian jika aktivitas pembinaan keislaman menyebar di
seluruh SMU/SMK maka akan semakin banyak wilayah yang terwarnai
dengan nilai-nilai keislaman hingga nantinya dakwah akan semakin
menyebar.
Keempat,
waktu para remaja-pelajar lebih banyak dihabiskan di luar rumah
(sekolah 7 jam sehari; Bimbel/kursus/ekskul 2-4 jam sehari).
Dengan demikian aktivitas mereka di luar rumah sebagian besar
adalah di sekolah. Bila porsi waktu yang banyak ini dimanfaatkan
untuk mengenalkan Islam lewat dakwah sekolah, insya Allah sangat
berguna.
Melihat
berbagai hal di atas, maka sangat nampak bahwa prospek
penerimaan (dakwah) Islam di kalangan remaja-pelajar SMU/SMK
sangat cerah, asalkan ada pihak-pihak yang berkomitmen untuk
melakukannya. Sejalan dengan perkembangan dakwah yang ada secara
umum serta perkembangan zaman yang memasuki era globalisasi,
memang nampak dan dirasakan bahwa peningkatan (perhatian) dakwah
di kalangan remaja-pelajar ini sangat perlu dilakukan mengingat
adanya tuntutan dan realita sebagai berikut:
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan yang menghasilkan kalangan
terpelajar sebagai aset bagi kepemimpinan ummat dan bangsa di
masa mendatang, karena tiu semakin banyak pelajar yang komitmen
terhadap nilai-nilai Islam lebih menjamin banyaknya nilai-nilai
kebaikan yang mewarnai kehidupan di masa depan.
Para
remaja khususnya pelajar merupakan pelaku penyimpangan perilaku
seksual dan sosial yang cukup besar, hal ini dapat kita lihat
dari realita dalam prolog di atas. Sebab mereka merupakan
sasaran terbesar Ghazwul Fikri dan arus informasi musuh-musuh
Islam. Kita juga dapat mengamati bahwa mode dan trend (baik atau
buruk) sangat mudah berkembang di kalangan remaja karena sifat
mereka yang mudah meniru dan spontan. Hal ini juga sekaligus
merupakan dakwah terbesar di kalangan remaja.
Dakwah
sekolah merupakan tuntutan untuk menjaga kesinambungan rantai
dakwah. Aktivitas dakwah di kalangan generasi berikutnya
(kampus), sangat ditentukan dengan keberhasilan dakwah di
lingkungan sekolah. Begitu juga dakwah di masyarakat umum akan
lebih mudah dengan adanya dakwah sekolah. Sebab lebih mudah
menyebarkan suatu nilai/idealisme di kalangan remaja yang masih
berkembang pemikirannya serta dalam masa pencarian jati diri
sehingga akan semakin mantap ketika ia memasuki dunia perguruan
tinggi atau kembali ke masyarakat, daripada harus mulai
mengenalkan Islam ketika mereka sudah di PT atau di masyarakat.
Dengan demikian dakwah sekolah sangat berperan dalam roda dakwah
secara umum, atau dengan kata lain peran dakwah sekolah adalah
sebagai muqoddimah/prolog bagi dakwah tingkat selanjutnya
(dakwah qosshof).
Tantangan-tantangan
di atas jelas harus kita perhatikan dan kita tindaklanjuti.
Apalagi menyimak pesan Ust. Rahmat Abdullah di depan para kader,
aktivis dan simpatisan/pendukung dakwah pada acara Muswil I PK
Lampung bulan November lalu. Beliau berpesan bahwa tahun
2000-2002 adalah masa pembinaan dan pengkaderan, untuk itu
ciptakan lah kader yang otaknya pinter, imannya benar, dan
jiwanya segar. Klop dengan ciri khas ADS, 3R (berotak pintar,
berhati benar, berjiwa segar/bugar).
Perkembangan
amal politik tidaklah seharusnya menjadikan kita lupa terhadap
pilar penyokong dakwah. Ingatlah bahwa pilar penting dalam
dakwah adalah sistemasi dakwah atau pentahapan yang terencana
(marhaliyah).
(m syahid_as)
Hei
Katakanlah pada dunia
Generasi
baru kini telah tiba
Menerjang
tumbangkan benteng tirani
Demi
satu cita tegak keadilan
Nb:
Salam dakwah selalu buat para Aktivis Dakwah Sekolah (ADS).
Jangan
pernah menyerah dengan situasi dan kondisi. Istiqomahlah hai
mujahid muda !
|